HAKEKAT
MANUSIA MENURUT AUGUSTE COMTE
BIOGRAFI
Ia lahir tahun 1798 di kota Monpellier Prancis Selatan,
berasal dari kelas menengah, anak dari orang tua yang menjadi pegawai kerajaan
dan penganut agama Katolik yang saleh. Ia belajar di sekolah Politeknik di
Paris, tetapi ia dikeluarkan karena ia seorang pendukung Republik, sedangkan
sekolahnya justru royalistis. Auguste Comte menerima dan mengalami secara
langsung akibat-akibat negatif dari revolusi tersebut khususnya dibidang
sosial, ekonomi, politik, dan pendidikan. Pengalaman pahit yang dilalui dan dialaminya
secara langsung bersama bangsanya itu, memotivasi dirinya untuk memberikan
alternatif dan solusi ilmiah-filosofis dengan mengembangkan epistemologi dan
metodologi sebagaimana buah pikirannya itu tercermin di dalam aliran
Positivisme.
HAKEKAT MANUSIA
Di antara karya-karyanya Auguste Comte, Cours de Philosphie
Possitive dapat dikatakan sebagai masterpiece-nya, karena karya itulah yang paling pokok dan sistematis. Buku ini
dapat juga dikatakan sebagai representasi bentangan aktualisasi dari yang di
dalamnya Comte menulis tentang tiga tahapan perkembangan manusia. Menurut
Comte, perkembangan manusia berlangsung dalam tiga tahap yaitu :
1. Tahap Teologis
Merupakan periode paling lama dalam sejarah manusia dan
untuk analisis yang lebih terinci, Comte membaginya dalam periode fetisisme,
politeisme, monoteisme.
a. Fetisisme merupakan bentuk pikiran yang dominan dalam
masyarakat primitif, meliputi meliputi kepercayaan bahwa semua benda memiliki
kelengkapan kekuatan hidupnya sendiri.
b. Politeisme merupakan kepercayaan akan sejumlah hal-hal
supernatural yang meskipun berbeda-beda dari benda benda-alam, namun terus
mengontrol semua gejala alam.
c. Monoteisme merupakan kepercayaan dengan satu sang
pencipta alam semesta, begitu pikiran manusia terus maju, kepercayaan akan
banyak dewa itu digantikan dengan kepercayaan akan satu tuhan.
Dalam tahap ini banyak hal-hal yang berkaitan dan dapat kita
temui dalam masyarakat sekarang ini, antara lain adanya kepercayaan bahwa pada
benda-benda tertentu yang memiliki kekuatan, misalnya pohon besar yang lebat
dan rimbun terkadang dipercaya oleh masyarakat dihuni oleh mahkluk halus atau
tidak kasat mata dan dianggap oleh masyarakat sebagai salah satu tempat yang
sifatnya angker atau menyeramkan, selain itu apabila ada kegiatan yang sifatnya
berada pada sekitar lokasi yang berdekatan dengan pohon tadi maka hendaknya
masyarakat melakukan ritual-ritual tertentu.
Ada juga masyarakat yang percaya pada kekuatan-kekuatan yang
mengawasi/ mengontrol benda-benda alam, sehingga segala sesuatu telah diatur
oleh masing-masing kekuatan supranatural tadi, misalnya matahari, angin, hujan,
serta diatur oleh masing-masing dewa.
2. Tahap Metafisik
Tahap Metafisik merupakan tahapan transisi antara tahap
teologis dan positifis. Tahap ini ditandai dengan suatu kepercayaan akan
hukum-hukum alam yang asasi yang dapat ditemui dengan akal budi. Gagasan bahwa
ada kebenaran tertentu yang asasi mengenai hukum alam yang jelas dengan
sendirinya menurut pemikiran manusia, sangat mendasar dalam cara berpikir metafisik.
Pada tahap ini masyarakat menganggap adanya hukum alam yang
akan dapat membatasi perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh masyarakat yang
dianggap dapat merusak keseimbangan dari alam itu sendiri serta ekosistem
lainnya, misalnya adanya penebangan hutan berlebihan yang menyebabkan hutan
menjadi gundul sehingga akan menimbulkankan sebuah bencana besar, yang dianggap
oleh masyarakat alam akan menjadi marah yaitu dengan adanya banjir, tanah
longsor dan lain sebagainya. Dengan adanya hal semacam ini akan membuat
masyarakat untuk mematuhi segala sesuatu yang dapat dianggap menimbulkan
bencana bagi masyarakat itu sendiri.
3. Tahap Positif
Ditandai oleh kepercayaan akan data empirik sebagai sumber
pengetahuan terakhir. Tetapi pengetahuan selalu sementara sifatnya, tidak
mutlak. Semangat positivisme memperlihatkan keterbukaan terus menerus terhadap
data baru atas dasar mana pengetahuan dapat ditinjau kembali dan diperluas.
Akal budi penting, seperti dalam periode metafisik, tetapi harus dipimpin oleh
data empirik. Analisis rasional mengenai data empirik akhirnya akan
memungkinkan manusia untuk memperoleh hukum-hukum lebih dilihat sebagai
uniformitas empirik daripada kemutlakan metafisik.
Seperti diketahui positivisme menerima dengan sepenuhnya
pandangan dunia ilmiah atau yang berdasarkan dengan hukum-hukum alam, yang
dijadikan dasar serta strategi untuk mengadakan pembaharuan-pembaharuan
masyarakat. Hasilnya akan berupa suatu masyarakat di mana penalaran akal budi
akan menghasilkan kerjasama dan di mana takhayul, ketakutan, kebodohan,
paksaan, konflik akan dilenyapkan. Dengan melihat masyarakat sebagai suatu
keseluruhan organik yang kenyataannya lebih sekedar jumlah bagian-bagian yang
saling tergantung. Tetapi untuk mengerti kenyataan ini, metode penelitian empirik
harus digunakan dengan keyakinan bahwa masyarakat merupakan suatu bagian dari
alam seperti halnya gejala fisik.
Dalam tahap ini masyarakat lebih menekankan ilmu pengetahuan
pada hal-hal yang terjadi, misalnya gempa bumi karena adanya pergesekan antara
lempeng bumi sehingga menimbulkan pergerakan-pergerakan, ini dipelajari oleh
masyarakat melalui ilmu pengetahuan yang mempelajari hal tersebut, yaitu
geografi/ geologi. Selain itu dibidang kesehatan dengan adanya ilmu pengetahuan
tadi akan dapat mengetahui ragam penyakit untuk dapat dipelajari dan diteliti
untuk mencari obatnya dalam hal ini adalah ilmu kedokteran.
REFERENSI
1.http://www.kompasiana.com/laylaelfitrim/positivisme-danaugustcomte_5529e334f17e61ff35d623f9
2.http://salamdemokrasi.blogspot.co.id/2010/01/tahapan-berpikir-menurut-augustecomte.html
Komentar
Posting Komentar